Thursday, October 23, 2008

Sajak


Sunlie Thomas Alexander

POHON RINDANG
: septi novianti

bagiku, sunlie, kau burung yang
selalu mengejar musim—
katamu

maka kuangankan kau sebatang pohon
terindang di hijau padang
senyata nyatanya pohon terindang

bilamana musim buah tiba, burung-burung
akan ramai bersarang di lebat dedaunanmu
hingga telur telur menetas, lalu
belajar terbang

duh, mereka yang kembali
akan tersedu menyebutmu
pepokok, seumpama
haru biru kampung halaman

maka kubayangkan kau sebatang pohon
terhijau di rimbun hutan
sebenar-benarnya pohon terhijau

bilamana rerantingmu menjulurkan bunga,
akan merona alam oleh warna
hingga burung burung bernyanyi,
memuja musim dan matahari

duh, pejantan yang lelah tualang
bersama angin
akan menemu jalan pulang juga
ke rapat cabang betina

sampai waktu menanggalkan
setiap musim dan mimpiku
di kelebatan kasihmu;
musim yang berhasrat abadi
di kedua mata dan sesak dadaku

kau tahu, kembara akan rontokkan kepakku!

Yogyakarta, 2008

Sunday, October 12, 2008

sajak

Sunlie Thomas Alexander

ABIGAIL CHRISTIE

aku telah mencintai bayang bayangmu
di daun jendela
serupa tuhan yang iri pada rupa
sehingga menciptakan semesta
yang dipantulkan rindunya

tapi kau menyelam dalam keangkuhan
alam benda yang elok, dan mengamsal
setiap organ tubuh sebagai properti semata
dalam duniamu yang bisu

denyut jantungku adalah kursi berdebu, dan
kecewa di hatiku hanyalah gelas pecah!

maka siang hari di dunia yang sunyi ini,
aku pun jadi sebatang kara
mengangankan rupamu yang sempurna
seperti bayangan pohon di halaman rumah

dan jika malam tiba,
aku hanya punya rasa
tak tersuarakan alam benda;
pemandangan menjadi gelap semua

padahal benda jatuh ada sebabnya
seperti cerita adam hawa

ah, seperti tuhan
kau telah menciptakan rupamu yang buta
sejak dunia dilahirkan kembali oleh bahasa;
ruang dan waktu dibentuk lagi oleh kata…
: kesakitanku menunggu firman
di bumi baru yang renta!

Yogyakarta, 2007-2008


Sunlie Thomas Alexander

BUNGA MATAHARI
: romi zarman

dalam sebuah operet anak anak
aku telah membayangkanmu
menjadi bunga matahari
mekar di antara rerumputan,
merona liar di liat belukar

bila kelopakmu ingin menyaingi mentari,
akulah penyaksi yang gugup
membaca bahasa agung tuhan
hingga setiap kehendaknya
siap ditakwil ulang

lalu setiap kupu kupu akan bertandang
mencumbui kemolekan yang jantan:
berkelok jalan rimba, berderet kampung tua
bersusun bukit, bersimpang ngarai
sampai ke tepian perempuan

dan kehidupan tiba tiba purba
untuk kembali dikisahkan
di beranda atau pelataran halaman

tapi begitulah kau mekar bersama cahaya
matahari di kedua mataku yang polos:
mengintip girang pertunjukan
yang mengamalkan permainan kudus

o, dalam operet anak anak itu
kubayangkan kau mempersembahkan
keindahan dengan ikhlas kepada kupu kupu
dan kelopak perempuan;
luka yang diam diam direstui tuhan

Yogyakarta, 2008