Kafe Bagus di St. Michel
Ernest Hemingway
KEMUDIAN cuaca memburuk. Itu bakal berlangsung pada suatu hari ketika musim gugur berlalu. Mau tak mau kita harus menutup jendela-jendela di malam hari untuk menghalau hujan dan dinginnya angin yang akan merontokkan dedaunan dari pohon-pohon di Contrescarpe. Daun-daun berserakan basah di tengah hujan dan angin membawa hujan ke arah bus hijau besar di terminal dan Kafe des Amateurs sudah penuh sesak dan jendela-jendela atasnya berkabut karena udara panas dan asap di dalam. Sungguh menyedihkan, keadaan kafe itu berlangsung demikian buruk di mana para pemabuk berdesak-desakan bersama dan aku harus menjauhinya karena tak tahan pada bau badan-badan kotor dan aroma asam orang-orang yang teler. Para lelaki dan perempuan yang kerap mengunjungi Amateurs duduk bertahan minum sepanjang waktu, atau selama mereka masih sanggup, kebanyakan dengan anggur yang mereka beli persetengah liter atau seliter. Banyak alkohol-alkohol pembuka diiklankan dengan nama-nama aneh, namun hanya sedikit orang yang kuat menenggaknya kecuali dicampurkan terlebih dulu dengan anggur-anggur mereka. Para pemabuk perempuan di sini disebut poivrottes yang artinya semacam permainan kartu wanita.
Kafe des Amateurs adalah lubang jamban dari ruas jalan Mouffetard, jalan pasar sempit yang penuh sesak dan menakjubkan, dari mana dengan mudah kita dapat mencapai Contrescarpe. Kakus-kakus jongkok di rumah-rumah apartemen tua, berada di sebelah tangga pada setiap lantai dengan dua pijakan semen berbentuk sepatu ditinggikan pada setiap tingkatan sehingga dengan demikian tak akan tergelincir, masuk ke jamban-jamban yang dikosongkan dengan pompa ke dalam kereta-kereta tangki yang ditarik kuda pada malam hari. Di musim panas, dengan terbukanya semua jendela, kita akan mendengar bunyi pompa dan bau yang amat menyengat. Kereta-kereta tangki dicat warna coklat dan kuning-jingga dan di bawah terang purnama bilamana mereka bekerja di jalan Cardinal Lemoine, silinder-silinder yang ditarik kuda tampak bagaikan lukisan Braque. Walaupun begitu, tak seorang pun meninggalkan Kafe des Amateur lebih dulu, dan poster menguning berisi ketentuan dan sanksi hukum terhadap khalayak yang mabuk layaknya dengungan lalat dan tak digubris karena para pelanggan tetaplah demikian dan dalam keadaan bau.
Ini adalah sebuah kafe yang menyenangkan, hangat dan bersih dan ramah, dan aku menggantungkan jas hujan tuaku di rak mantel untuk mengeringkannya dan menaruh baju hangat dan topi buluku pada rak di atas bangku dan memesan segelas cafe au lait. Pelayan mengantarkannya dan aku mengeluarkan sebuah buku catatan dari saku mantel dan sebatang pensil dan mulai menulis. Aku menulis tentang apa yang terjadi di Michigan dan lantaran pada hari ini angin bertiup kencang dan begitu dingin, demikianlah pula hari dalam ceritaku. Aku sudah mengalami akhir musim gugur pada masa kanak-kanak, remaja dan dewasa, dan di suatu tempat kau dapat menulis mengenainya lebih baik daripada di tempat lain. Itulah yang disebut mencangkokkan dirimu, pikirku, dan ini bisa jadi sama dengan orang lain dengan ragam pengalaman masing-masing. Namun dalam cerita, anak-anak lelaki itu digambarkan sedang minum dan ini membuatku haus dan aku meminta segelas St. James. Rasanya sungguh nikmat di hari yang dingin ini dan aku terus melanjutkan menulis, merasa sangat nyaman dan merasa Martinique yang bagus menghangatkan seluruh tubuhku dan jiwaku.
Seorang gadis masuk ke dalam kafe dan duduk sendirian pada sebuah meja dekat jendela. Ia begitu cantik dengan seraut wajah yang segar bagaikan kepingan koin baru dicetak, dan rambutnya hitam seperti bulu gagak yang dipotong tajam secara diagonal melewati pipinya.
Aku melihatnya dan ia mengusikku dan membuatku sangat bergairah. Aku ingin bisa memasukkannya ke dalam cerita ini, atau di mana saja, tetapi ia telah menempatkan dirinya sedemikian rupa supaya ia dapat memperhatikan jalan dan pintu masuk dan aku tahu ia sedang menunggu seseorang. Maka aku terus menulis.
Cerita ini menulis dirinya sendiri dan aku kesulitan menahannya. Aku meminta St. James lagi dan aku mengamati si gadis dengan sesekali mengangkat pandang, atau ketika meruncingkan pensil menggunakan sebuah peraut pensil dengan serpihan rautan mengeriting di piring alas gelas minumanku.
Aku telah melihatmu, wahai Cantik, dan kau milikku sekarang, siapapun yang sedang kau tunggu dan sekiranya aku tak pernah melihatmu lagi, pikirku. Kau milikku dan seluruh
Kemudian aku kembali menulis dan aku jauh masuk ke dalam cerita dan lenyap di dalamnya. Aku menulisnya kini dan ia tidak menulis dirinya sendiri dan aku tidak melihat maupun mengetahui apapun mengenai waktu maupun memikirkan di mana aku berada maupun memesan St. James lagi. Aku menjadi lelah karena St. James tanpa merasa berpikir demikian. Kemudian cerita selesai dan aku merasa lelah sekali. Aku membaca alinea yang terakhir dan kemudian mengangkat pandang dan mencari gadis itu dan ia telah pergi. Aku berharap ia bersama seorang lelaki yang baik, batinku. Namun aku merasa sedih.
Aku menutup cerita di buku catatan dan memasukkannya ke saku dalamku dan meminta selusin kerang kepada pelayan dan setengah gelas anggur putih yang mereka miliki. Selepas menulis sebuah cerita aku selalu merasa kosong dan terombang-ambing antara perasaan sedih dan bahagia, seolah-olah aku baru usai bercinta, dan aku yakin ini sebuah cerita yang sangat bagus meskipun aku tak betul-betul tahu sebagus apa sampai aku membacanya lagi di waktu mendatang.
Tatkala makan kerang dengan rasa lautnya yang kental dan dagingnya yang keras-liat yang kemudian dibasuh dengan anggur putih dingin, sehingga hanya menyisakan rasa laut dan serat daging yang lezat, dan ketika aku menghirup cairannya yang dingin dari masing-masing kulit cangkang dan menenggaknya bersama rasa anggur yang segar, barulah perasaan kosongku hilang dan mulai merasa senang dan membuat rencana-rencana.
Kini cuaca buruk bertandang, kami akan meninggalkan
Aku akan menyerahkan kamar hotel di mana aku menulis dan itu adalah satu-satunya yang bisa disewa di jalan Cardinal Lemoine 74. Aku menulis laporan jurnalistik untuk Harian Toronto dan digaji untuk itu. Aku bisa menulis di manapun dalam kondisi apapun dan kami memiliki uang untuk melakukan perjalanan.
Barangkali jauh dari Paris aku bisa menulis tentang Paris, sebagaimana di Paris aku bisa menulis tentang Michigan. Aku tak terlalu lekas bisa memastikannya karena aku belum mengenal Paris dengan cukup baik. Tapi hal itu akan terpecahkan secepatnya. Bagaimana pun kami akan pergi jika istriku mau, dan aku pun menghabiskan kerang dan anggur dan membayar semuanya di kafe dan mengambil jalan terpendek yang menghubungkan Montaigne Ste. Genevieve dengan menerobos hujan—yang mana sekarang hanya cuaca lokal dan bukanlah sesuatu yang mengubah kehidupanmu—menuju rumah susun di atas bukit.
"Aku pikir ini menakjubkan, Tatie," tukas istriku. Raut wajahnya lemah-lembut dan matanya dan senyumnya tampak berbinar ketika mendengar keputusanku, seolah-olah ini merupakan hadiah yang mewah, "Kapan sebaiknya kita berangkat?"
"Oh, aku ingin segera. Tidakkah kau tahu?"
"Mungkin cuaca akan bagus dan terang saat kita kembali. Akan sangat bagus ketika sudah cerah dan sejuk."
"Aku yakin begitu,” katanya, "Bukannya kau baik memikirkan perjalanan, terlalu."***
Ernest Hemingway lahir di
Cerpen ini dimuat SUARA MERDEKA, Minggu, 3 Januari 2009
No comments:
Post a Comment